Nesiapost.Com.Jakarta – Citra dan kinerja Polri yang masih dipandang kurang baik oleh berbagai pihak dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan. Berikut adalah beberapa aspek utama yang sering menjadi sorotan :
Faktor Penyebab
1. Kepemimpinan dan Keterampilan Manajerial
– Kurangnya transparansi dan akuntabilitas  dalam pengambilan keputusan.
– Budaya hierarki yang terlalu kuat, sehingga inovasi dan kritik dari dalam sulit berkembang._
2. Rekrutmen dan Pendidikan
– Proses seleksi yang masih dipertanyakan integritasnya, dengan adanya indikasi nepotisme dan korupsi.
– Kurikulum pendidikan yang belum sepenuhnya menanamkan nilai-nilai profesionalisme dan etika hukum yang kuat._
3. Pembinaan Karir dan Pengawasan
–  Sistem promosi yang lebih mengutamakan kedekatan personal dibandingkan kompetensi.
– Pengawasan internal yang belum efektif dalam menindak pelanggaran oleh anggota._
4. Penindakan dan Penegakan Hukum
– Kasus penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum oleh oknum kepolisian yang mencoreng institusi.
– Kurangnya transparansi dalam penanganan kasus-kasus besar yang melibatkan aparat._
    Solusi dan Reformasi Total
1. Dari Aspek Sosial dan Budaya
– Membangun budaya kepolisian yang lebih humanis dan berorientasi pada pelayanan publik.
– Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan kinerja kepolisian.
2. Dari Aspek Politik dan Kebijakan
– Memastikan independensi Polri dari kepentingan politik agar dapat menjalankan tugas secara profesional.
– Menguatkan regulasi terkait transparansi dan akuntabilitas dalam tubuh Polri.
3. Analisis Kritis dan Komprehensif tentang Respons Polri terhadap Kejahatan yang Meresahkan Masyarakat
Fenomena Respons Polri Setelah Kejadian Viral
Dalam beberapa kasus, Polri baru bertindak aktif setelah suatu peristiwa pidana menjadi viral di media sosial atau mendapat perhatian luas dari publik. Contoh terbaru termasuk:
– Pembakaran mobil patroli polisi di Depok.Polisi baru melakukan penangkapan setelah insiden ini menjadi sorotan.
– Keributan antara Ketua Umum GRIB Jaya Hercules dengan Sutiyoso dan Gatot Nurmantyo. Kasus ini mencerminkan konflik yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan.
Pemerasan oleh Kadin Cilegon dan ormas yang meminta jatah proyek tanpa tender sebesar Rp5 triliun. Polisi baru bertindak setelah kasus ini mencuat dan menjadi perhatian publik.
2. Tupoksi Polri :  Mengutamakan Pencegahan, Bukan Sekadar Penindakan
Sebagai , Pelindung, Pengayom, dan Penegak Hukum. Polri seharusnya lebih mengutamakan upaya pencegahan melalui deteksi dini dan intelijen, bukan hanya bertindak setelah kejadian terjadi.
Deteksi Dini dan Intelijen
– Menggunakan data dan analisis untuk mengidentifikasi potensi gangguan keamanan sebelum terjadi.
– Memantau pergerakan kelompok yang berpotensi melakukan kejahatan.
Pencegahan melalui Pendekatan Sosial
– Melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada kelompok masyarakat yang berpotensi menimbulkan gangguan.
Membangun komunikasi dengan tokoh masyarakat dan organisasi untuk mencegah konflik
Banyak terjadi peristiwa kriminal jalanan seperti tawuran, perampokan dan pembegalan yg terpantau Di CCTV dengan tempo relatif cepat bisa diungkap Polri setelah timbul korban luka dan atau harta.
Seharusnya di setiap wilayah Polri baik Pospoll, Polsek maupun Polres setiap anggota harus cermat dan proaktif untuk meningkatkan kemampuan intelijen dan deteksi dini dalam rangka upaya pencegahan terhadap setiap potensi gangguan kamtibmas.
3. Pembentukan Satgas Anti-Premanisme: Solusi atau Respons Terlambat?*
Rapat Polkam memutuskan pembentukan *Satgas Anti-Premanisme* setelah berbagai kasus premanisme mencuat.
Kelebihan Satgas
– Mempercepat penindakan terhadap kelompok kriminal yang meresahkan._
_- Memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan._
Kekurangan Satgas
_- Respons yang bersifat reaktif, bukan preventif._
_- Tidak menyelesaikan akar masalah premanisme, seperti ekonomi dan sosial._
Tantangan dalam Implementasi Pencegahan Dini
— Kurangnya koordinasi antara intelijen dan penegakan hukum* – Informasi yang diperoleh dari intelijen sering kali tidak segera ditindaklanjuti._
– _Minimnya transparansi dalam penanganan kasus* – Banyak kasus baru ditindak setelah viral, menunjukkan kurangnya proaktif dalam penegakan hukum._
– _Pengaruh politik dan kepentingan tertentu
–Beberapa kasus baru ditindak setelah mendapat tekanan dari publik atau pemerintah._
Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Rekomendasi:
*Polri harus bertransformasi dari pendekatan reaktif menjadi mproaktif dengan:*
_1. *Memperkuat sistem deteksi dini dan intelijen* untuk mencegah kejahatan sebelum terjadi._
_2. *Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas* dalam penanganan kasus agar tidak hanya bertindak setelah viral._
_3. *Memperkuat pendekatan sosial dan komunikasi* dengan masyarakat untuk mencegah konflik dan premanisme._
_4. *Mengoptimalkan peran Satgas Anti-Premanisme* agar tidak hanya bersifat sementara, tetapi menjadi bagian dari strategi jangka panjang._
_Pendekatan yang lebih preventif akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri dan memastikan keamanan masyarakat lebih terjamin._
4. *Solusi Konkret dan Berkelanjutan*
_- Reformasi sistem rekrutmen dengan mekanisme seleksi yang lebih transparan dan berbasis meritokrasi._
_- Peningkatan pendidikan dan pelatihan yang menekankan integritas, profesionalisme, dan keterampilan komunikasi._
_- Penguatan mekanisme pengawasan internal dan eksternal untuk memastikan penegakan hukum yang adil._
_*Reformasi total Polri membutuhkan komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan internal kepolisian sendiri.*_
Tanpa perubahan yang mendasar, citra dan kinerja Polri akan sulit mengalami perbaikan yang signifikan.
Saat ini, *Propam dan Irwasum* masih berada dalam struktur internal Polri, di bawah Kapolri.
_Propam bertugas menangani pelanggaran disiplin dan kode etik anggota Polri, sementara Irwasum berfungsi sebagai pengawas internal yang memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam institusi._
*Potensi Menjadikan Propam dan Irwasum sebagai Lembaga Otonom*
1. *Keuntungan*
_- *Independensi lebih kuat*: Pengawasan terhadap anggota Polri bisa lebih objektif tanpa intervensi dari pimpinan Polri._
_- *Efektivitas penindakan*: Kasus pelanggaran dapat ditangani lebih transparan dan akuntabel._
_- *Meningkatkan kepercayaan publik*: Masyarakat akan lebih percaya bahwa pengawasan terhadap kepolisian dilakukan secara adil._
2. *Tantangan*
_- *Resistensi internal*: Polri mungkin menolak perubahan ini karena dapat mengurangi kontrol internal mereka._
_- *Kendala regulasi*: Perubahan ini memerlukan revisi undang-undang dan peraturan terkait._
_- *Pendanaan dan struktur baru*: Lembaga otonom membutuhkan anggaran dan sistem kerja yang berbeda dari saat ini._
*Alternatif Solusi*
– _*Memperkuat mekanisme pengawasan eksternal*, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) atau Ombudsman, agar lebih berperan dalam mengawasi Polri._
– _*Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam Propam dan Irwasum*, misalnya dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan._
– _*Membentuk badan independen khusus*, seperti di beberapa negara yang memiliki lembaga pengawas kepolisian yang terpisah dari institusi kepolisian._
*Perubahan ini tentu membutuhkan kajian mendalam dan dukungan dari berbagai pihak.*
*2. Kesimpulan*
_Agar segala agenda dan program reformasi total internal Polri, menyangkut Citra dan kinerja Polri dapat berlangsung dengan baik, sangat dibutuhkan dukungan dalam segala aspek dari Presiden dan jajarannya, DPR, elit politik dan publik, berdasarkan komitmen dan political will yg kuat dalam implementasinya, bukan sekedar, wacana, narasi, orasi tetapi eksekusi ,dan di sisi lain internal Polri harus bertekad utk mereformasi dirinya dengan kembali ke jati diri sebagai pelindung, pengayom dan  Penegak hukum, dengan mengimplementasikan secara konsisten  dan konsekuen, reward and punishment system kepada setiap anggotanya._
Referensi
– Artikel dari ” TribunNews” yang membahas perlunya reformasi total Polri, bukan sekadar reposisi.
– Kertas Posisi Reformasi Kepolisian Republik Indonesia yang disusun oleh Koalisi Reformasi Polri. Dokumen ini membahas sejarah reformasi Polri, tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menciptakan kepolisian yang lebih demokratis.
– Artikel dari *Hukumonline* yang menyoroti tujuh masalah utama yang harus diselesaikan dalam reformasi Polri, termasuk impunitas, kewenangan berlebihan, dan lemahnya pengawasan.

 
									








